Selasa, 07 September 2010

Insentif dan Disinsentif, Perangkat Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Perangkat pengendalian pemanfaatan ruang diperlukan untuk mewujudkan tertib tata ruang. Salah satu alatnya adalah melalui penerapan mekanisme insentif dan disinsentif. Hal tersebut juga telah diatur dalam Undang-Undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang (UUPR), khususnya pasal 38. Demikian disampaikan Direktur Perkotaan Joessair Lubis dalam Obrolan Tata Ruang Bersama Kementerian Pekerjaan Umum di Radio Trijaya FM Jakarta (1/9).

Lubis menambahkan, insentif merupakan perangkat untuk memacu pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR). Biasanya berupa keringanan pajak, pembangunan serta pengadaan infrastruktur, kemudahan prosedur perizinan, dan pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah. Sedangkan untuk membatasi pertumbuhan atau mencegah kegiatan yang tidak sejalan dengan RTR perlu adanya pemberian disinsentif. Perangkat tersebut diberikan dalam bentuk pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan biaya kompensasi hingga pemberian penalti bagi setiap pelanggaran pemanfaatan ruang.

Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lainnya maupun Pemerintah kepada masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian kedua perangkat tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No.15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Penting pula Pemerintah Daerah mengakomodir kedua perangkat tersebut dalam Rencana Tata Ruang Wilayah provinsi, kabupaten, dan kota berikut Perdanya, untuk nantinya menjadi landasan pembangunan wilayah, papar Lubis.

“sejauh ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerapkan mekanisme insentif dan disinsentif. Antara lain dalam pemberian kompensasi bagi Bantaran Sungai Cisadane dan Pemerintah Kabupaten Puncak, Cianjur, maupun Bogor terkait pelestarian kawasan hulu agar nantinya tidak menimbulkan banjir,” imbuh Lubis.

Anggota Komisi V DPR-RI Bambang Soetrisno mengatakan, perlu adanya inovasi-inovasi baru untuk menerapkan mekanisme insentif dan disinsentif. Salah satu contohnya adalah pemberian ijin penambahan satu lantai bagi bangunan yang peruntukannya telah sesuai dengan RTR yang berlaku di wilayah tersebut. Tentunya dalam menerapkan kedua mekanisme itu diperlukan koordinasi dan komitmen serta konsistensi dari aparat yang berwenang seperti Penyidik Pegawai Negeri Sipil, BKPRN, BKPRD, maupun instansi-instansi pemberi ijin.

Selain itu, pejabat yang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan RTR akan dikenakan sanksi. Sesuai UUPR pasal 73, bisa dikenai tindak pidana penjara paling lama lima tahun dan denda sebesar 500 juta rupiah. Hal ini dimaksudkan agar pejabat yang berwenang tidak sembarang mengeluarkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai fungsi serta semakin mendorong pelaksanaan insentif dan disinsentif berjalan lebih konsisten dan bermanfaat, tandas Bambang.(nik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar